Allah itu Al-Wahid, Maha Esa, tidak bergantung dengan semua makhluk-Nya.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ
- Allah itu Maha Esa, Allah itu Ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.
Allah itu Al-Wahid
Nama Allah itu Al-Wahid dan Al-Ahad yang menunjukkan Allah itu Esa dalam dzat-Nya, dalam sifat-Nya, dalam perbuatan-Nya, dan dalam uluhiyah-Nya, tidak ada sekutu bagi Allah.
Penyebutan Allah dengan Al-Wahid seperti terdapat dalam ayat,
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖلَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ
“Dan Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa; tidak ada Rabb melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 163)
Ketika Nabi Yusuf ‘alaihis salam berkata,
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS. Yusuf: 39)
Dalam ayat lain disebutkan pula tentang Al-Wahid,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا مُنْذِرٌ ۖوَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Katakanlah (ya Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kali tidak ada Rabb selain Allah Yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan.” (QS. Shad: 65)
قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Katakanlah: ‘Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Rabb Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS. Ar-Ra’du: 16)
Ini sama dengan nama Allah Al-Ahad yang terdapat dalam ayat,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
“Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlash: 1-4)
Beberapa poin catatan tentang nama Allah Al-Ahad dan Al-Wahid:
Pertama: Nama Allah itu Al-Ahad dan Al-Wahid, maksudnya untuk meniadakan Allah dari yang semisal, tandingan, dan yang setara dengan-Nya. Seperti disebutkan dalam ayat lainnya,
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam: 65)
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖوَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
Juga surah Al-Ikhlas ayat keempat yang disebut di atas sebagai dalil.
Kedua: Menetapkan nama Allah Al-Ahad dan Al-Wahid bertujuan untuk membatalkan segala bentuk takyif yang ingin menggambarkan bagaimanakah Allah karena Allah itu Esa, tidak ada yang semisal dengan-Nya.
Ketiga: Nama ini juga berarti menetapkan semua sifat sempurna bagi Allah karena tidak ada yang lebih agung dan lebih indah dari-Nya.
Keempat: Dalam nama tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah itu yang paling puncak dan paling sempurna.
Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَأَنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الْمُنْتَهَىٰ
“Dan bahwasanya kepada Rabbmulah kesudahan (segala sesuatu).” (QS. An-Najm: 42)
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ
“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi.” (QS. An-Nahl: 60)
Kelima: Nama ini juga menafikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari sifat kekurangan dan aib, karena Allah Yang Ahad berarti Allah bersendirian dalam sifat-Nya yang sempurna, tidak semisal dengan apa pun. Makanya Allah nyatakan pula,
سُبْحَانَهُ ۖهُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Maha Suci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”(QS. Az-Zumar: 4)
Keenam: Dari nama ini, wajib menetapkan keesaan Allah yang sempurna dalam dzat, sifat, perbuatan, serta keyakinan dalam hati.
Ketujuh: Dari nama ini, wajib mengesakan ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya. Karena Allah itu esa dalam mencipta, memberi rezeki, memberi segala nikmat, menghalangi, sampai pada mematikan, maka hanya Allah semata yang patut diibadahi.
Kedelapan: Ini sebagai bantahan kepada orang musyrik dan seluruh ajaran menyimpang lainnya yang tidak memuliakan Allah dengan benar, yang malah menjadikan sekutu bagi Allah dalam berbuat syirik. Sifat mereka orang musyrik seperti disebutkan dalam ayat,
وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ ۖوَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS. Az-Zumar: 45)
وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِي الْقُرْآنِ وَحْدَهُ وَلَّوْا عَلَىٰ أَدْبَارِهِمْ نُفُورًا
“Dan apabila kamu menyebut Rabbmu saja dalam Al-Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.” (QS. Al-Isra’: 46)
ذَٰلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ ۖوَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا ۚفَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Ghafir: 12)
Adapun perbedaan antara Al-Wahid dan Al-Ahad adalah Al-Wahid itu Esa dalam Dzat, yang tidak yang lainnya tidak bisa menambahnya; sedangkan Al-Ahad adalah Esa dalam makna yang tidak ada yang berserikat dengan Allah di dalamnya.
Semoga bermanfaat, masih lanjut dengan nama Allah As-Sami’ dan Al-Bashir.
—
Referensi:
- An–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah Al-Husna. Cetakan keenam, Tahun 1436 H. Dr. Muhammad Al-Hamud An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi.
- Fiqh Al-Asma’ Al-Husna. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr. Penerbit Ad-Duror Al-‘Almiyyah.
- Syarh Asma’ Allah Al-Husna fi Dhaui Al-Kitab wa As-Sunnah. Cetakan ke-12, Tahun 1431 H. Syaikh Sa’id bin Wahf Al-Qahthani.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
—
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Selasa sore, 15 Muharram 1440 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com